laman

Thursday, March 8, 2012

Lembah Baliem



Puncaknya Pertempuran Antarsuku. LEMBAH Baliem berada di ketinggian 1600 meter dari permukaan laut yang dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Lembah ini dikenal juga sebagai grand baliem valley merupakan tempat tinggal suku Dani yang terletak di Desa Wosilimo, 27 km dari Wamimena, Papua. Selain suku Dani beberapa suku lainnya hidup bertetangga di lembah ini yakni suku Yali dan suku Lani.



Pada tiap tahun, menjelang HUT RI, Lembah Baliem selalu mengadakan kegiatan tahunan yaitu Festival Lembah Baliem. Festival ini diselenggarakan suku-suku di Papua untuk memperingati 17 Agustusan dan dijadikan sebagai agenda wisata tahunan yang banyak dihadiri wisatawan asing.

Festival Lembah Baliem sudah dilaksanakan sejak 15 tahun yang lalu. Awalnya festival ini diadakan untuk menyalurkan adat perang antarsuku di Papua yang mereka lakukan untuk merebut lahan, binatang, sampai perebutan perempuan. Tidak sedikit korban yang berjatuhan akibat perang antarsuku ini, Untuk memasilitasinya akhirnya Pemerintah Kabupaten Jayawijaya menjadikan perang antarsuku ini sebuah festival yang menjadi daya tarik wisatawan.

Selama Festival berlangsung, wisatawan dapat menikmati atraksi melempar tombak dan memanah dengan menggunakan kostum khasnya yaitu koteka atau horim sebagai penutup alat kelamin laki-laki. Kaum wanitanya mengenakan rotali yaitu rok yang terbuat dari tali atau rumput. Mereka juga menghias tubuhnya dengan berbagai motif yang unik.

Puncak Festival Lembah Baliem berupa pertempuran antarsuku-suku dengan saling melempar tombak diiringi jeritan-jeritan khas suku Dani lengkap dengan tarian-tarian perangnya. Setelah puas menikmati atraksi dari festival wisatawan dapat meikmati makanan khas Papua dan melihat rumah adat mereka, Hanoi.

Untuk menikmati festival ini wisatawan harus merogoh uang cukup besar sekitar Rp 7 juta-an per orang karena akses menuju Lembah Baliem hanya bisa dilewati dengan naik pesawat. Dengan pengeluaran itu wisatawan akan dipuaskan pemandangan Lembah Baliem yang sangat indah dan melihat sisi lain dari keanekaragaman suku yang ada di Papua dengan keunikan budayanya. –


inilah festival luar biasa dan telah menjadi daya tarik pengunjung di Papua. Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antarsuku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antarsuku dan telah berlangsung turun temurun namun tentunya aman untuk Anda nikmati.

Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap bulan Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelar tahun 1989. Yang istimewa bahwa festival ini dimulai dengan skenario pemicu perang seperti penculikan warga, pembunuhan anak suku, atau penyerbuan ladang yang baru dibuka. Adanya pemicu ini menyebabkan suku lainnya harus membalas dendam sehingga penyerbuan pun dilakukan. Atraksi ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan sebagai tema tetapi justru bermakna positif yaitu  

--Yogotak Hubuluk Motog Hanoro yang berarti Harapan Akan Hari Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.--

Suku-suku di suku Papua meski mengalami modernisasi tetapi masih memegang teguh adat istiadat dan tradisi mereka. Salah satu yang paling menonjol adalah pakaian pria suku Dani yang hanya mengenakan penutup kemaluan atau disebut koteka. Koteka terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan dan dilengkapi dengan penutup kepala yang terbuat dari bulu cendrawasih atau kasuari, sedangkan para wanita suku Dani mengenakan rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang disebut sali. Saat membawa babi atau hasil panen ubi, para wanita membawanya dengan tas tali atau noken yang diikatkan pada kepala mereka.

Suku Dani terbiasa berperang untuk mempertahankan desa mereka atau untuk membalas dendam bagi anggota suku yang tewas. Para ahli antropologi menjelaskan bahwa "perang suku Dani" lebih merupakan tampilan kehebatan dan kemewahan pakaian dengan dekorasinya daripada perang untuk membunuh musuh. Perang bagi Suku Dani lebih menampilkan kompetensi dan antusiasme daripada keinginan untuk membunuh. Senjata yang digunakan adalah tombak panjang berukuran 4,5 meter, busur, dan anak panah. Seringkali, karena perang orang terluka daripada terbunuh, dan yang terluka dengan cepat dibawa keluar arena perang. Kini, perang suku Dani diadakan setiap tahun di Festival Bukit Baliem di Wamena selama bulan Agustus (lihat Kalender Acara). Dalam pesta ini, yang menjadi puncak acara adalah pertempuran antara suku Dani, Yali, dan Lani saat mereka mengirim prajurit terbaiknya ke arena perang mengenakan tanda-tanda kebesaran terbaik mereka. Festival ini dimeriahkan dengan Pesta Babi yang dimasak di bawah tanah disertai musik dan tari tradisional khas Papua. Ada juga seni dan kerajinan buatan tangan yang dipamerkan atau untuk dijual.

Setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan orang dapat melihat perbedaan yang jelas di antara mereka sesuai dengan kostum dan koteka mereka. Pria suku Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan pria suku Lani mengenakan koteka lebih besar, karena tubuh mereka lebih besar daripada rata-rata pria suku Dani. Sedangkan pria suku Yali memakai koteka panjang dan ramping yang diikatkan oleh sabuk rotan dan diikat di pinggang. Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem maka Anda akan memiliki kesempatan langka untuk belajar dan bersentuhan langsung dengan beragam tradisi suku-suku setempat yang berbeda-beda tanpa harus mengunjunginya ke pedalaman Papua Barat yang jauh dan berat. Diperkirakan festival ini diikuti oleh lebih dari 40 suku lengkap dengan pakaian tradisional dan lukisan di wajah mereka.









No comments:

Post a Comment