Hal
ini dapat dilihat, terutama pada upacara kematian. Termasuk, rumah-rumah
tradisional dengan bentuk atap yang melengkung dengan ukiran indah dan warna
yang natural.
Secara geografis, masa sejarah dan prasejarah Sulawesi Selatan menciptakan unsur kebudayaan yang sangat menarik. Siapapun akan tertegun menikmati keunikan itu. Seperti misalnya upacara adat, tarian-tarian tradisional, ukiran, tenunan indah yang terbuat dari sutera dan kapas, serta pemandangan alam tropis yang mempesona.
Tana Toraja, merupakan obyek wisata di Indonesia yang terkenal
dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah utara
Makassar ini sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat
ini bernama Tongkonan. Atapnya terbuat dari bambu yang dibelah dan disusun
bertumpuk. Tongkonan ini memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan
masyarakat seperti strata emas, perunggu, besi dan kuningan.
Saat ini, di Jepang, sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip
dengan Tongkonan yang asli. Kehadiran Tongkonan selalu membuat kagum masyarakat
negeri tersebut, karena bentuknya yang unik. Hanya saja, perbedaannya dengan
yang ada di Tana Toraja terletak di atapnya yang menggunakan bambu.
Masih banyak lagi daya tarik dari Tana Toraja selain Upacara
Adat Rambu Solo (pemakaman) yang sudah kesohor selama ini. Sebutlah kuburan
bayi di atas Pohon Tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20
kilometer dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0-7 tahun.
Meski
mengubur bayi di atas Pohon Tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak
puluhan tahun terakhir, tetapi pohon tempat 'mengubur' mayat bayi itu masih
tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan. Di atas Pohon Tarra dengan
lingkaran batang 3,5 meter ini, masih tersimpan puluhan jenazah bayi. Pohon
inipun memiliki buah yang mirip dengan buah sukun. Dan, biasa dijadikan sayur
oleh penduduk setempat.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu
pohon itu dilubangi, kemudian mayat bayi diletakkan di dalamnya. Selanjutnya,
ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun,
jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi
para pelancong, dan masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut
suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, juga disesuaikan dengan
strata sosial masyarakatnya. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu, maka
makin tinggi pula tempat bayi yang dikuburkan di batang Pohon Tarra tersebut. Bahkan,
bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang
berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan
diletakkan di sebelah barat.
'Terbang'
45 Menit
Jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan akan
dijumpai. Setidaknya, membutuhkan waktu selama tujuh hingga sepuluh jam ke
lokasi tujuan.
Adapun event menarik di kawasan wisata ini, yaitu adanya upacara
pemakaman jenazah atau Rambu Solo dan Rambu Tuka ('pesta syukuran') yang
merupakan kalender tahunan. Selain gelaran itu, para pengunjung dan turis
mancanegara juga bisa melihat dari dekat obyek wisata budaya menarik lainnya.
Obyek wisata tersebut, seperti penyimpanan jenazah di
penampungan mayat berbentuk 'kontainer' ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan
tinggi 10 meter. Serta, yang selalu 'menyihir' adalah Tongkonan yang sudah
berusia 600 tahun di Londa, Rantepao.
Keindahan dan keunikan itu adalah sebagian kecil dari sekian
banyak kekayaan wisata yang ditawarkan oleh Tana Toraja. Sebagai daerah tujuan
wisata andalan Sulawesi Selatan, 'wajahnya' memang begitu cantik. Nah, Anda ingin berkunjung? http://www.tnol.co.id
No comments:
Post a Comment